ATURAN-ATURAN HUKUM WARALABA
ATURAN-ATURAN HUKUM WARALABA
a. Berdasarkan Kitab Undang-undang
Hukum Perdata
Pengaturan tentang franchise di
Indonesia ini terdapat pada Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan : ”Bahwa
tiap-tiap perikatan dilahirkan baik karena persetujuan maupun berdasarkan
undang-undang. Perjanjian merupakan kesepakatn kedua belah pihak yang bertujuan
untuk mengikatkan diri mereka masing-masing untuk melaksanakan isi perjanjian
ada persetujuan yang dibuat kedua belah pihak”.
Pasal 1313 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memberikan
rumusan dari perjanjian sebagai suatu perbuatan dengan mana satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Definisi dari perjanjian yang terdapat di atas adalah
tidak lengkap, dan juga terlalu luas. Tidak lengkap karena yang dirumuskan
hanya mengenai perjanjian sepihak. Dikatakan terlalu luas karena dapat mencakup
hal-hal yang mengenai perbuatan dalam lapangan hukum keluarga. Perjanjian
lahir dari adanya perikatan, perikatan adalah suatu perhubungan hukum antara
dua orang atau dua pihak. Hubungan dua orang atau dua pihak adalah suatu
hubungan hukum yang menimbulkan hak dan kewajiban yang berarti bahwa kedua
belah pihak dijamin oleh hukum atau undang-undang. Perjanjian menurut R.
Setiawan adalah : ”Suatu perbuatan hukum dimana satu orang atau lebih
mengikatkan dirinya atau saling mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”.
Buku III KUHPerdata memberikan kebebasan kepada para
pihak yang mengadakan perjanjian untuk menentukan isi perjanjian dengan syarat
tidak bertentangan dengan perundang-undangan, kesusilaan dan ketertiban umum.
Perjanjian yang dibuat oleh para pihak, biasanya diawali dengan unsur
kepercayaan (fiducia). Akan tetapi unsur kepercayaan ini bukan kunci
utama dalam membuat suatu perikatan, tetapi para pihak harus memperhatikan
syarat-syarat syahnya suatu perjanjian. Syarat sahnya suatu perjanjian secara
umum diatur dalam Pasal 1320 kitab Undang-undang Hukum Perdata terdapat 4
(empat) syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya perjanjian.
Syarat-syarat tersebut adalah :
1. Sepakat mereka yang
mengikatkan dirinya
2. Kecakapan untuk membuat
suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab yang halal.
Syarat pertama dan kedua diatas dinamakan syarat
subjektif, apabila salah satu dari kedua syarat tersebut tidak dipenuhi akan
mengakibatkan perjanjian tersebut dapat dibatalkan, sedangkan syarat ketiga dan
keempat merupakan syarat objektif yakni jika salah satu dari kedua syarat tidak
dipenuhi maka perjanjian menjadi batal karena hukum.
Jika syarat-syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur
dalam Pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata telah terpenuhi, maka
berdasarkan Pasal 1338 Kitab Undang-undang Hukum Perdata, perjanjian telah
mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan kekuatan suatu undang-undang.
b. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun
1997 tentang Waralaba
Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) perjanjian waralaba dibuat
dalam bahasa Indonesia dan terhadapnya berlaku hukum Indonesia. Dalam Pasal 3
ayat (1) sebelum membuat perjanjian, pemberi waralab wajib memberi menyampaikan
keterangan kepada penerima waralaba secara tertulis dan benar
sekurang-kurangnya mengenai :
1. Pemberi waralaba,
berikut keterangan mengenai kegiatan usahanya;
2. Hak atas kekayaan intelektual
atau penemuan atau ciri khas usaha yang menjadi objek waralaba;
3. Persyaratan-persyaratan
yang harus dipenuhi penerima waralaba;
4. Bantuan atau fasilitas
yang ditawarkan pemberi waralaba kepada penerima waralaba;
5. Hak dan kewajiban
pemebri dan penerima waralaba;
6. Pengakhiran, pembatalan,
dan perpanjangan perjanjian waralaba serta hal-hal lain yang perlu diketahui
penerima waralaba dalam rangka pelaksanaan perjanjian waralaba.
Perjanjian waralaba beserta keterangan tertulis
sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 ayat (1) didaftarkan di Departemen
Perindustrian dan Perdagangan oleh penerima waralaba paling lambat 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak berlakunya waralaba. Berdasarkan Pasal 9 ayat
(1) perjanjian waralaba yang telah berlaku sebelum ditetapkannya peraturan
pemerintah ini, didaftarkan sebagaimana dimaksud pada Pasal 7. Berdasarkan
Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia ketentuan
dan tata cara pendaftaran usaha waralaba dalam Pasal 1 ayat (6) perjanjian
waralaba adalah perjanjian secara tertulis antara pemberi waralaba dan penerima
waralaba dan dalam Pasal 1 ayat (7) perjanjian waralaba lanjutan adalah
perjanjian secara tertulis antara penerima waralaba utama dengan penerima
waralaba lanjutan. Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) perjanjian waralaba antara
pemberi waralaba dengan penerima waralaba dapat disertai atau tidak disertai
dengan pemberian hak untuk membuat perjanjian waralaba lanjutan.
Info lebih lanjut
: 0812-2597-0086 || T-SEL
Komentar
Posting Komentar